Perlindungan Terhadap Nasib Petani Masih Lemah

Indonesia dikenal sebagai negeri agraris, tanahnya subur dan segala jenis tumbuhan bisa tumbuh di bumi nusantara. Namun setelah sekian tahun negeri ini terbebas dari penjajahan fiisik nasib petani hingga kini belum juga membaik. Petani hanya dibutuhkan ketika pemilu umum dan suara mereka hanya dijadikan sebagai bahan untuk mengekalkan kekuasaan yang tak bisa dipertanggungjawabkan.

Bahkan jika kita mau jujur maka petani petani di Indonesia telah dibodohi selama bertahun tahun, janji janji manis untuk meningkatkan kesejahteraan petani hanya ramai dalam diskusi, kampanye dan kajian kajian melalui seminar. Semua pertanyaan yang menyangkut masalah pertanian selalu mudah dijawab, namun setelah itu tak pernah ada tindak lanjut yang bisa memberi dampak nyata untuk petani di negeri ini.

Petani di negeri ini hanya diminta untuk bekerja , bekerja dan terus bekerja untuk menghasilkan apa saja yang bisa menjadi produk unggulan untuk kemudian dijual kepada pihak lain. Sementara mereka tak pernah disadarkan untuk menjadi petani yang cerdas dan memiliki identitasnya tersendiri. Petani kita kurang disadarkan agar mereka juga menciptakan merk yang akan membuat mereka mampu bertahan dalam menghadapi kerasnya persaingan perdagangan bebas.

Brand atau merk mungkin dianggap tidak penting bagi sebagian orang, padahal kita tahu bahwa merk akan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengambil keputusan. Merk yang kuat tidak terbentuk dalam hitungan jam, namun memerlukan proses selama bertahun tahun dan diuji oleh beberapa tantangan hingga ia mampu merebut perhatian masyarakat atau penggunanya.

Mari kita ambil analisa sedikit mengenai kesedihan petan ketika pemerintah tiba tiba mengimpor produk dari negara lain yang berdampak pada penurunan pendapatan para petani. Sebagai contoh ketika pemerintah mengimpor kedelai secara besar besaran dari negara tetangga maka para petani kedelai di Indonesia akan sangat dirugikan. Harga kedelai secara nasional akan anjlok, akibatnya keuntungan yang diperoleh petani akan kian kecil. Hal seperti ini tentunya tak akan terjadi ketika para petani telah dilatih dan disadarkan untuk memiliki merk sendiri, sebab dengan adanya merk maka calon pembeli tak akan mudah terpengaruh untuk membeli kedelai impor yang belum jelas kualitasnya.

Sungguh sangat disayangkan ketika anjuran untuk memakai produk dalam negeri begitu gencar digalakkan, bukankah jauh lebih baik membangun 'masyarakat yang sadar akan merk dalam negeri '? Persoalannya adalah bahwa petani kita tidak disadarkan untuk membuat merk dan mereka hanya diminta untuk menghasilkan produk produk yang jelas jelas tidak ada merknya, bagaimana kalau kemudian hasil kerja keras mereka dimanfaatkan oleh pihak pihak asing yang telah punya kekuatan branding di bidang pertanian?

Oleh karena itu rasanya sangat mendesak bagi para pemimpin di negeri ini untuk segera melatih dan mendidik petani supaya semua hasil pertanian mereka dipatenkan melalui merk. Sebab bangsa ini telah memasuki pasar besar yang menuntut keunggulan dan identitas kuat agar mampu bertahan dalam menghadapi persaingan. Merk untuk semua hasil pertanian adalah salah satu cara membentengi masa depan petani dari serbuan produk produk asing yang sudah terlanjur masuk ke Indonesia. Terima kasih